Welcome

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!

Senin, 19 November 2012

Pemerintah Tak Serius Tangani Konflik SDA
Harus dibuat perangkat hukum untuk menjerat perusahaan yang melakukan pelanggaran HAM.http://images.hukumonline.com/frontend/lt5024858861dba/lt50254a0f425c1.jpg
Indonesia dikenal miliki sumber daya alam yang berlimpah disektor pertambangan. Foto: Ady
Banyak pihak yang menyebut Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang berlimpah. Oleh karena itu banyak pemodal yang berinvestasi di bidang SDA, baik di sektor perkebunan, pertambangan, migas dan lainnya. Di satu sisi pemerintah berharap masuknya investasi dapat mendongkrak perekonomian dalam negeri. Tapi di sisi lain ada dampak negatif yang ditimbulkan dari investasi di bidang SDA. Diantaranya hak-hak masyarakat daerah pertambangan terabaikan, kerusakan lingkungan dan lainnya.
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Andri S Wijaya, konflik antara warga dan perusahaan tambang di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat pada akhir tahun lalu menutup tahun 2011. Masuk tahun 2012 Andri menilai konflik pertambangan bukan makin menyurut tapi meluas dan intensitasnya meningkat. Jatam mencatat biasanya meletusnya konflik berjarak tiga bulanan, tapi sekarang meningkat menjadi satu sampai dua mingguan sejak warga menolak tambang.
Dalam menangani konflik, kehadiran aparat keamanan bukan menyelesaikan konflik tapi menambah deret panjang tindak kekerasan terhadap warga yang menolak keberadaan perusahaan tambang. Pasalnya, tindakan yang kerap dilakukan aparat keamanan terhadap warga adalah kriminalisasi, penangkapan, penembakan dan lainnya.
Sebagai salah satu upaya untuk menghentikan tindak kekerasan, Andri mengatakan berbagai organisasi masyarakat sipil (LSM) sudah melakukan sejumlah tindakan. Salah satunya adalah aksi demonstrasi yang dilakukan di berbagai daerah. Hal tersebut ditujukan agar penggunaan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan, dihentikan. Sayangnya, sampai saat ini Andri belum melihat aparat kepolisian bertindak seperti harapan.
“Justru tindakan-tindakan yang dilakukan aparat keamanan di lokasi konflik tambang semakin brutal,” kata Andri dalam diskusi di kantor Jatam Jakarta, Kamis (9/8).
Parahnya lagi, Andri melihat ada upaya yang dilakukan aparat keamanan ataupun perusahaan untuk membenturkan antar kelompok warga di sekitar perusahaan tambang. Jatam melihat tindakan paling brutal yang dilakukan pihak tertentu terhadap warga terjadi di lokasi tambang emas. Berbagai bentuk konflik yang terjadi di lokasi tambang emas biasanya antara warga yang melakukan tambang emas tradisional dengan perusahaan tambang, perusahaan mengusir warga dari lahan yang dikelolanya dan lainnya.
Selama mendampingi warga yang berkonflik, Andri menyebut pemerintah tidak tanggap terhadap keresahan warga atas keberadaan perusahaan tambang. Oleh karenanya, Andri menilai pemerintah baru bergerak ketika mendapatkan tekanan dari warga dalam jumlah yang besar. Walau begitu, tetap saja kebijakan tidak berubah signifikan untuk melindungi kepentingan warga.
Atas dasar itu Andri memprediksi pasca lebaran tahun ini, konflik tambang semakin meluas. Karena perusahaan tambang besar mulai melebarkan sayap bisnisnya ke beberapa daerah dan sikap serta regulasi pemerintah tidak mampu mengelola pertambangan yang berbasiskan HAM. Oleh karenanya Andri mengajak berbagai pihak untuk mencegah berulangnya pelanggaran HAM dalam menyelesaikan konflik di sektor pertambangan.
Pada kesempatan yang sama komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh, mengatakan konflik di sektor pertambangan terkait dengan kepentingan modal. Pasalnya, perusahaan tambang menginvestasikan dana dalam jumlah yang cukup besar untuk menjalankan bisnisnya. Aparat keamanan menurut Ridha juga memiliki kepentingan dalam sektor pertambangan. Seperti mendapat biaya operasional, saham perusahaan dan lainnya. Hal itulah yang menurut Ridha memberi kontribusi atas kebrutalan aparat keamanan ketika berhadapan dengan warga.
Selain itu hal lain yang menyumbang tindak kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap warga adalah peraturan yang digunakan dalam menangani aksi unjuk rasa. Ridha menilai regulasi itu digunakan secara serta merta ke semua bentuk unjuk rasa. Mestinya, cara-cara yang digunakan aparat keamanan dalam menangani setiap aksi unjuk rasa harus mengacu pada kondisi massa yang dihadapi. Aksi petani yang membela haknya atas tanah dengan aksi yang dilakukan LSM itu berbeda, lanjut Ridha.
Ironisnya lagi berbagai regulasi yang diterbitkan pemerintah di sektor pertambangan tidak melindungi hak-hak warga, tapi sebaliknya. UU Penanganan Konflik Sosial adalah salah satu regulasi yang disorot tajam Ridha karena tidak memberi resolusi yang memenuhi rasa keadilan bagi rakyat. Dari pantauannya Ridha menyebut sejarah pengelolaan SDA di Indonesia sejak era Orde Baru sampai saat ini selalu diwarnai dengan tindak kekerasan aparat keamanan.
Menurut Ridha, wajar ketika Jatam memprediksi bahwa tindak kekerasan dalam konflik SDA akan meningkat, karena pemerintah tidak memberi perlindungan kepada rakyat. Ridha melihat berbagai kebijakan terkait SDA yang diterbitkan pemerintah bermotif liberalisasi. Sehingga modal secara masif masuk ke berbagai sektor SDA. Akibatnya, rakyat terkena dampak negatif secara langsung.
Salah satu indikasi dari dampak negatif itu adalah banyaknya pengaduan yang masuk ke Komnas HAM namun tidak direspon oleh pihak yang bersangkutan. Dari data tahun 2011, Ridha mengatakan dari enam ribuan rekomendasi yang diterbitkan Komnas HAM, hanya 25 persen yang direspon. Terkait dengan sektor pertambangan, dari ribuan kasus yang ada, hanya kasus pertambangan di Bima yang tindak lanjutnya cukup memuaskan.
Walau begitu Ridha merasa pencabutan izin terhadap perusahaan tambang di Bima itu bukan karena rekomendasi Komnas HAM, tapi desakan warga yang sangat masif terhadap pemerintah. “Itu karena warga yang bergerak,” ujarnya.
Menurut Ridha, kejahatan terhadap warga di lokasi pertambangan sudah sangat modern, sehingga regulasi yang ada tidak dapat menjerat pelaku kejahatan. Oleh karenanya Ridha menyebut harus ada perangkat hukum yang mampu memberi hukuman berat terhadap pelaku kejahatan di sektor pertambangan. Misalnya dalam UU Pengadilan HAM, Ridha menyebut peraturan itu tidak mampu menjerat pelaku kejahatan di sektor pertambangan. Maka dari itu Ridha mengatakan Komnas HAM berencana untuk merevisi UU Pengadilan HAM.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar