Welcome

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!

TINJAUAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DAN ASPEK KONSERVASI BAHAN GALIAN

Minggu, 02 Desember 2012



TINJAUAN REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DAN ASPEK KONSERVASI BAHAN GALIAN


TINJAUAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA BAUKSIT DAN BAHAN GALIAN LAIN DI DAERAH BINTAN SELATAN
Oleh :
Rohmana

Kelompok Program Penelitian Konservasi – Pusat Sumber Daya Geologi

SARI

                 Dalam beberapa tahun terakhir sumber daya bauksit sebagai komoditas strategis pada wilayah pertambangan di Bintan diperkirakan sudah mendekati habis. Akan tetapi dengan adanya kecenderungan peningkatan harga dan kebutuhan akan bauksit berpengaruh pada nilai ekonomi dari potensi sumber daya yang ada menjadi meningkat, sehingga bauksit berkadar rendah yang semula tidak dimanfaatkan berkemungkinan menjadi potensial untuk diusahakan. Bahkan pada wilayah bekas tambang, sebaran bauksit berkadar rendah yang ditinggalkan, kembali diupayakan untuk dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha pertambangan.                Kondisi geologi daerah Bintan selain berpotensi mengandung bauksit juga mengandung komoditas tambang lain yang bernilai ekonomi. Pengusahaan salah satu komoditas dari suatu asosiasi bahan galian mempunyai konsekuensi terganggunya komoditas lainnya. Oleh karena itu pemanfaatan bahan galian tertentu perlu memperhitungkan keberadaan komoditas lainnya, baik sebagai mineral ikutan ataupun bahan galian lain.  Sesuai dengan kaidah konservasi, pemanfaatan bahan galian suatu wilayah akan memperoleh hasil yang lebih optimal apabila seluruh potensi yang ada dikelola dalam satu rangkaian proses penambangan dan pengolahan yang Â baik, benar dan terpadu.  
ABSTRACT 
Economically in few last year, bauxite resource of Bintan mine area as strategic commodity is Â estimated has nearly run out. However by increasing of the price and deman of bauxite, it enables to enhance economic value of resource potency. Usuless low grade bauxite lieved formerly at an abandoned mine may be potential for utilizxation and now possible to be exploited by mining enterprise.  Despite the Bintan’s geology has potency of bauxite, it enables to produce other mining commodities with economic value. Extracting a sort of commdty from an assemblage of mining product creates consequency to disturb other commodities, so in exploiting a certain commodity should consider exitence of other commodities either  Â either accessory Â mineral or other deposits. Concerning with conservation concept, utilizing mining commodties of a region will gain more optimal benefit if the entirely resource potency managed in a series of integrated mining and processing.  

PENDAHULUAN
Bintan termasuk dalam Provinsi Kepulaun Riau, mempunyai kondisi geologi yang unik, dimana cebakan bauksit terbentuk yang memiliki dengan potensi ekonomi dan telah lama diusahakan. Daerah tinjauan terletak di bagian selatan dari P.Bintan (Gambar 1) dengan tata guna lahan sebagian besar terdiri atas perkebunan karet dan sawit. Daerah tersebut berada pada lingkungan beriklim tropis, curah hujan 1800 mm/tahun sampai dengan 3800 mm/tahun,  musim hujan biasanya berlangsung selama periode bulan Juli - Desember.  Suhu udara rata-rata 24º C - 34º C dengan kelembaban nisbi 55% - 96%. Mengingat Bintan berada di dekat kawasan pusat pertumbuhan industri Batam dan  Singapura, maka komoditas bahan galian yang tersedia di daerah ini sangat potensial untuk dikembangkan dan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku industri di kedua kawasan itu. Bauksit sebagai komoditas paling populer dari Bintan, walaupun demikian terdapat juga komoditas tambang lain diantaranya granit, andesit, pasir, serta tailing hasil pengolahan bauksit (Rohmana, 2007). Terutama bahan galian bauksit, dimana perkembangan harganya yang sangat signifikan berkaitan dengan peningkatan tidak hanya nilai jual tetapi juga karena perubahan faktor COG (Cut off Grade), sehingga cadangan bauksit yang pada masa sebelumnya termasuk kategori berkadar rendah, menjadi ekonomis untuk diusahakan.  Akibatnya wilayah bekas tambang yang masih menyisakan bauksit kadar rendah, menjadi daerah menarik dan berpotensi untuk diusahakan kembali. 
Gambar 1. Peta Pulau Bintan 
TATAAN GEOLOGI        
Pulau Bintan dibentuk oleh batuan dasar vulkanik liparit (porfir kuarsa) yang diduga berumur Permo-Karbon, dengan komposisi yang sama dengan liparit daerah Jambi (Bothe, 1925 dalam Kusnama dan Sutisna, 1994). Formasi batuan dapat ini disebandingkan pula dengan Formasi Pahang Volcanic Series dari Semenanjung Malaya. Batuan dasar tersebut diterobos oleh batuan beku berumur Yura yang terdiri atas granit dan diorit (Gambar 3) yang membentuk daerah perbukitan.  Batuan beku lain berupa andesit berumur Miosen yang ditemukan menerobos granit, sementara formasi batuan dengan sebaran cukup luas berupa batupasir tufan yang diduga berumur Miosen-Pliosen. 
Gambar 2. Morfologi Daerah Wacopek, latar belakang Bukit Bintan Besar (sumber : Rohmana, dkk, 2007)
Morfologi daerah penambangan umumnya memiliki kemiringan lereng antara 50 - 150 dengan sungai-sungai mempunyai stadium tua, aliran sungai laminer dan tidak ditemukan jeram. Struktur geologi di daerah ini berupa lipatan dan sesar. Secara tektonik daerah tinjauan termasuk ke dalam Lajur Karimata yang terletak di sebelah timur Lajur Timah (Katili, 1977 dalam Kusnama dan Sutisna, 1994).   
Gambar 3. Peta Geologi Daerah Bagian Selatan P. Bintan (Kusnama dan Sutisna, 1994)
BAHAN GALIAN
Di bagian selatan P.Bintan ini selain terdapat sumber daya bahan galian bauksit juga memiliki komoditas bahan galian lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan; di antaranya granit, andesit, pasir, pasir kuarsa serta tailinghasil pengolahan bauksit (Rohmana, 2007). 
Bauksit.
Endapan bauksit di daerah Bintan ditemukan pada tahun 1924 dan pihak pertama yang memanfaatkannya adalah perusahaan Belanda, NV Nederlansch Indische Bauxiet Exploitatie Maatschapij (NV NIBEM), dari tahun 1935 sampai 1942. Pada tahun 1942 sampai 1945, usaha ini diambil alih Jepang melalui perusahaan Furukawa Co Ltd, dan tahun 1959 usaha ini kembali ditangani NV NIBEM. Setelah tahun 1959, kegiatan pertambangan bauksit di daerah ini diambil alih Pemerintah Republik Indonesia dengan mendirikan PT Pertambangan Bauksit Indonesia (PERBAKI), dan kemudian dilebur menjadi PN Pertambangan Bauksit Indonesia yang berada di lingkungan BPU PERTAMBUN.  Tahun 1968 bersama-sama dengan BPU PERTAMBUN, PN, PT, dan proyek-proyek lainnya dalam lingkungan  BPU PERTAMBUN dilebur ke dalam PN. Aneka Tambang (Persero) yang kemudian menjadi PT. Aneka Tambang (Lahar dkk, 2003).Sebaran bahan galian bauksit (lempung alumina) tersebar secara luas di wilayah Pulau Bintan dan sekitarnya. Bauksit merupakan hasil proses pelapukan dari batuan granit yang merupakan batuan dasar dari P. Bintan, umumnya tersebar pada morfologi dataran sampai dengan landai yang memungkinkan proses pelapukan dapat berlangsung intensif. Berdasarkan data PT. Aneka Tambang membagi kualitas cadangan bauksit menjadi 3 (tiga) kategori A, B dan C (Tabel 1). Tabel 1. Pembagian kelas cadangan bauksit(Antam, 2003 dan Lahar dkk, 2003)
Kelas CadanganAl2O3SiO2
A> 50%6 %
B48 – 50 %6 – 13 %
C≤ 48 %≥ 13 %
Potensi sebaran bauksit cukup besar terdapat di wilayah Kecamatan Bintan Timur, pada wilayah daratan utama dan pulau-pulau di sekitarnya, merupakan wilayah tambang dan sebagian bekas tambang bauksit (Gambar 4). Wilayah yang mempunyai sebaran bauksit cukup luas terdapat di Desa Gunung Lengkuas, Busung, Toapaya dan Ekang Anculai, serta di pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bintan Timur. Potensi bauksit di seluruh wilayah tersebut pada sebaran luas sekitar 10.450 ha dengan jumlah sumber daya tereka sebesar 209 juta m³. 
Gambar 4. Peta lokasi tambang bauksit (Lahar dkk, 2003) 
Terdapat beberapa wilayah  bekas tambang di P. Bintan di antaranya  P. Koyang, daerah Wacopek, daerah Tanjung Pinang dan sekitarnya. Daerah tersebut merupakan wilayah bekas tambang bauksit PT. Aneka Tambang, dimana terdapat bijih bauksit tertinggal (Gambar 5) dengan ketebalan sampai batuan dasar sekitar 40 hingga 50 cm (rata-rata 45 cm), sedangkan bahan galian bijih bauksit sebelum ditambang mempunyai ketebalan 1 – 5 meter. Bekas tambang di daerah Tanjung Pinang dan sekitarnya, telah menjadi wilayah perkantoran, perumahan padat penduduk dan pertokoan.  
Gambar 5. Laterit bauksit yang disisakan, tidak ditambang (Rohmana dkk. 2007)
Sementara itu proses pengolahan (pencucian) bijih bauksit (Gambar 6) menghasilkan tailing berupa pasir dengan kandungan kuarsa yang tinggi.  
Gambar 6. Tailing bauksit PT. Aneka Tambang, lokasi daerah Wacopek, Kabupaten Bintan (Rohmana dkk. 2007) 
Pasir.
Bahan galian pasir dijumpai melimpah di wilayah P. Bintan,  merupakan rombakan granit,  bauksit, dan batupasir tufan (Formasi Goungon). Potensi pasir seluruhnya mempunyai luas sebaran 1.114 ha dengan jumlah sumber daya tereka sebesar 223 juta m³ (Gambar 7).   
Gambar 7. Pertambangan pasir (Rohmana dkk. 2007) 
Granit.
Sebaran granit dan andesit sebagian besar berada pada kawasan hutan lindung, seperti G. Lengkuas (695 ha) dan P. Sejolong. Luas sebaran granit pada kawasan hutan lindung sekitar 879 ha,  di luar kawasan hutan lindung sekitar 100 ha. Granit berwarna abu-abu, kristal kasar, terkekarkan, dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Granit di Bukit Lipan dan Bukit Panglong ditambang, yang tidak dimanfaatkan selain di wilayah kawasan hutan lindung terdapat juga di Bukit Jurig, Desa Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur, seluas 25 ha. Sebaran terbesar granit berada pada kawasan hutan lindung. Granit dengan  sebaran 979 ha, jumlah sumber daya tereka sebesar 825 juta m³. 
Tanah Penutup Granit.
Tanah lapukan granit (Gambar 8) di daerah ini mempunyai kandungan Al2O3 11,02 % - 25,37 %. Bauksit yang merupakan tanah penutup granit masih berpotensi untuk dimanfaatkan mengingat kandungannya tersebut dan pada saat penambangan granit akan ikut terkupas.   
Gambar 8. Tanah penutup (kecoklatan) tambang granit berupa bauksit kadar rendah (Rohmana, dkk. 2007) 
Andesit.
Sebaran andesit terdapat pada kawasan hutan lindung dan di luar kawasan hutan lindung. Andesit di kawasan lindung terdapat di daerah G. Bintan Besar (327 ha), Desa Bintan Buyu, Kecamatan Teluk Bintan, G. Bintan Kecil (77 ha), Desa Ekang Anculai, Kecamatan Teluk Sebong dan di G. Kijang (484 ha), Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, seluruhnya mempunyai luas sebaran 888 ha. Di luar kawasan hutan lindung sebaran batuan andesit merupakan bukit-bukit kecil dengan luas sebaran dan sumber daya yang relatif kecil, terdapat di Sei Lekop, Desa Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur seluas 25 ha dan di Bukit Piatu, Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang seluas 100 ha. Umumnya andesit terkekarkan, mempunyai luas sebaran 913 ha dengan jumlah sumber daya tereka sebesar 1.044 juta m³. 
Pasir Kuarsa.
Pasir kuarsa di Trikora, Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, merupakan endapan aluvial dengan jumlah sebaran dan sumber daya yang terbatas, sehingga potensinya kecil. Potensi pasir kuarsa seluruhnya mempunyai luas sebaran 32 ha dengan jumlah sumber daya tereka sebesar 322.000 m³.  
DISKUSI
Berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan bahan galian di wilayah Kabupaten Kepulauan Riau, potensi bahan galian yang hingga saat ini telah dan masih dikembangkan adalah bauksit, andesit, granit dan pasirBahan galian bauksit selain sebagai bahan baku logam alumunium dapat pula digunakan sebagai bahan baku keramik (oksida aluminium). Untuk memperoleh kadar alumina yang tinggi bahan galian bauksit terlebih dahulu harus melalui proses pencucian, penggerusan dan kemudian proses pengayaan alumina. 
Penambangan bauksit.
Wilayah bekas tambang bauksit banyak dijumpai di P. Koyang, daerah Wacopek, dan daerah Tanjung Pinang. Wilayah tersebut merupakan bekas tambang bauksit PT. Aneka Tambang. Keterdapatan bauksit yang tertinggal pada wilayah bekas tambang umumnya memiliki ketebalan dari permukaan sampai batuan dasar sekitar 40 hingga 50 cm (rata-rata 45 cm). Bauksit yang tertinggal tersebut diperuntukkan sebagai media tanam dalam melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan (reklamasi) dan untuk menghindari tercampurnya/pengotoran Â batuan dasar (batulempung), pada saat pengambilan bijih bauksit. Bahan galian bijih bauksit sebelum ditambang mempunyai ketebalan sekitar 1 – 5 meter. Penambangan bauksit dilakukan menggunakan sistem tambangterbuka, dengan metode berjenjang yang terbagi dalam beberapa blok.  Kemajuan penambangan setiap blokdisesuaikan dengan rencana penambangan pada peta tambang. Dalam pembagian blok, penambangan direncanakan pada peta eksplorasi dengan sekala 1 : 1000. Hal ini untuk memperhitungkan jumlah tonase bauksit yang akan diperoleh. Sebelum penambangan bauksit, terlebih dahulu dilakukan pembersihan lokal (land clearing)dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di atas endapan bijih bauksit. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam operasi selanjutnya yaitu kegiatan pengupasan lapisan penutup yang umumnya memiliki ketebalan 0,2 meter. Untuk melaksanakan kegiatan pengupasan lapisan penutup digunakan bulldozer, sedangkan untuk penggalian endapan bauksit digunakan alat gali muat excavator yang selanjutnya dituangkan/dimuatkan ke alat angkut dump truck. Untuk mengoptimalkan perolehan, bauksit kadar rendah dicampur (mixing) dengan bijih bauksit kadar tinggi, hal ini dapat berfungsi juga untuk memperpanjang umur tambang. Untuk menghindari pengotoran dari batuan dasar yang ikut tergali pada saat penambangan bauksit, maka penggalian dilakukan dengan menyisakan bauksit setebal 40 – 50 cm di atas batuan dasarnya. Selain menghindari tercampurnya bauksit dengan batuan dasar, sisa tanah mengandung bauksit juga berfungsi untuk penanaman pohon reklamasi (Gambar 9).   
Gambar 9. Bauksit tersisa di atas batuan dasar (Rohmana, dkk. 2007) 
Pengolahan bauksit.
Pencucian bijih bauksit dilakukan dua kali proses, pertama dilakukan di areal tambang dan yang kedua dilakukan di Kijang sebelum bahan galian disimpan di stockfile. Proses ini dilakukan untuk mengurangi kadar silika, oksida besi, oksida titan dan mineral-mineral pengotor lainnya sehingga akan mempertinggi kualitas bijih bauksit (Gambar 10).Proses pencucian yang dilakukan pada instalasi pencucian bertujuan untuk meliberasi bijih bauksit terhadap unsur-unsur pengotornya yang pada umumnya berukuran -2 mm yaitu berupa tanah liat (clay) dan pasir kuars. Sehingga hasil dari proses pencucian tersebut akan mempertinggi kualitas bijih bauksit, yaitu didapatkan kadar alumina yang lebih tinggi dengan berkurangnya kadar silika, oksida besi, oksida titan dan mineral-mineral pengotor lainnya.   
Gambar 10. Pencucian bijih bauksit (Rohmana, dkk. 2007)  
Peningkatan nilai kadar Al2Ohasil pencucian  sebagai contoh dari analisis sampai sebelum dicuci diperoleh harga sekitar 35,34 %, pada sampel setelah dicuci didapatkan kadar 47,28 %.Instalasi pencucian di Pari dan Pulau Kelong digunakan untuk mencuci bijih bauksit yang berasal dari front penambangan Lomesa dan Dompak yang diangkut menggunakan tongkang. Peralatan pencucian yang terdapat di pulau Kelong berupa ayakan putar (tromol rail atau rotary grizzly) dan ayakan getar (vibrating screen). Sedangkan di instalasi pencucian di Pari menggunakan alat tromol screen. Ayakan putar mempunyai fungsi untuk mencuci bijih bauksit yang masuk melalui hopper(stationary grizzly), sedangkan ayakan getar berfungsi untuk mencuci bijih bauksit yang keluar dari ayakan putar. Ayakan getar mempunyai dua tingkat, ayakan tingkat pertama (bagian atas) mempunyai lebar lubang bukaan 12,5 mm dan ayakan tingkat kedua (bagian bawah) mempunyai lebar bukaan 2 mm, alat ini disebut juga sistem ayakan getar bertingkat (vibration horizontal double deck screen).Secara keseluruhan proses pencucian bauksit terdiri dari tiga tahap yaitu : 1.       Penghancuran untuk memperkecil ukuran bijih bauksit yang berasal dari frontpenambangan.2.       Pembebasan (liberasi) yaitu proses pembebasan bijih bauksit dari unsur‑unsur pengotor.3.       Pemisahan (sorting) bijih bauksit yang berdasarkan pada perbedaan ukuran dan pemisahan terhadap fraksi yang tidak diinginkan yaitu yang berukuran -2 mm.Luas wilayah bekas tambang yang terdapat di daerah Wacopek sekitar 50 ha, diperkirakan ketebalan endapan bauksit sekitar 40 cm - 50 cm, maka jumlah sumberdaya bauksit tereka yang tertinggal 5.625.000 ton. Apabila kadar rata-rata @.41.44 % Al2O3, maka jumlah sumber daya 2.331.000 ton Al2O3. Estimasi cadangan bijih bauksit di Wacopek meningkat hingga 350% yaitu menjadi 13,5 juta wmt hal ini disebabkan adanya perubahan faktor cut off grade yang relatif rendah serta aktivitas eksplorasi yang lebih rinci di wilayah tersebut. Luas bekas tambang di Pulau Koyang 182,94 ha, jumlah sumber daya bauksit tereka yang tertinggal 20.580.750 ton @ 45.97 % Al2O3, atau 9.460.970,775 ton Al2O3. Sementara estimasi cadangan bauksit tercuci di wilayah lainnya (Tayan dan Munggu Pasir) meningkat hingga 129% yaitu menjadi 70,4 juta wmt seiring dengan penyelesaian rancangan tambang (mine design), penurunan cut off gradeserta kegiatan eksplorasi yang lebih rinci (Antam, 2006). Sementara proses pengolahan (pencucian) bijih bauksit (Gambar 6) menghasilkan tailing berupa pasir dengan  kandungan kuarsa yang tinggi. Bahan galian pasir yang berasal dari tailing  telah dimanfaatkan juga sebagai bahan baku pembuat batako dan paving block. Bahan dasar pasir dari tailing setelah dibersihkan dari pengotor (lempung) kemudian dicampur semen dengan perbandingan 8  : 1, hal tersebut telah diusahakan oleh sebagian mantan karyawan PT. Aneka Tambang. Penambangan bahan galian lain.
Bahan galian bauksit tidak dipungkiri sejak ditemukannya sebagai cadangan ekonomis telah menjadi komoditas andalan yang bernilai strategis bagi pengembangan wilayah P.Bintan. Bahkan tanah penutup granit juga teridentifikasi mengandung Al2O3 kadar rendah, yang dapat digunakan sebagai bahan pencampur bauksit berkadar tinggi sehingga kemungkinan masih berpotensi untuk diusahakan.Sementara pengembangan wilayah otonomi juga telah diikuti oleh pembangunan infrastruktur, sehingga memerlukan pasokan bahan bangunan untuk bahan bakunya. Bahan galian sebagai bahan baku yang diperlukan berupa pasir dan batuan. Di masa lalu bahan galian pasir ditambang untuk kebutuhan ekspor yang memberikan nilai tambah bagi sosial-ekonomi daerah otonom. Tetapi karena pesatnya pengembangan usaha pertambangan bahan galian tersebut tidak disertai oleh upaya pengawasannya berdampak secara signifikan  menciptakan kerusakan lingkungan. Akibatnya bahwa kegiatan usaha pertambangan bahan galian untuk kebutuhan ekspor dilarang dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2007, kecuali apabila pemanfaatannya hanya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah setempat. Pasir umumnya masih bercampur dengan lempung dan lumpur, sehingga untuk penambangannya perlu proses pencucian. Ketebalan pasir yang umumnya relatif tipis mengakibatkan luasnya bukaan tambang. Hasil analisis laboratorium komposisi utama pasir yaitu kuarsa, kadar 47,36 % - 99,29 %, atau rata-rata 60 %. Selain kuarsa terdapat kandungan mineral butir pada pasir berupa  Ilmenit 0,17 % - 3,88 %, hematit (oksida besi) 0,68 % - 35,03 %, epidot trace, amfibol trace â€“ 0,03, zirkon trace, muskovit trace, dan magnetit 2,00 % – 16,90 %.Pasir sebagai hasil pencucian alamiah umumnya tersebar di sepanjang pantai berupa endapan aluvial, namun dari aspek lingkungan tidak layak untuk ditambang. Â Â Â Â Â  Bahan galian batuan andesit dan granit juga sama halnya dengan pasir hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan agregat beton dan fondasi, yang hingga saat ini masih diusahakan. Penambangan kedua komoditas di atas juga telah menimbulkan perubahan bentuk permukaan wilayah pertambangan dan sekitarnya, sehingga perlu diawasi secara tepat guna sesuai aturan penggunaan tata ruang. 
Reklamasi.
Reklamasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pertambangan, setiap  perencanaan penambangan perlu mempersiapkan pula langkah-langkah untuk reklamasi yang akan diterapkan setelah selesai penambangan, bahkan merupakan tindakan yang harus dilaksanakan baik sebelum penambangan maupun selama kegiatan penambangan, dan setelah penambangan selesai. Dengan demikian pelaksanaan reklamasi dapat berjalan secara tepat.Pelaksanaan reklamasi, tahap awal perlu diinventarisasi tumbuh-tumbuhan  yang sesuai dengan daerah tambang tersebut, disamping itu pula perlu dilakukan dengan membuat kebun percobaan.Daerah bekas tambang bauksit direklamasi dengan menanam pohon pinus dan akasia. Daerah yang dulunya berupa tanah olahan rakyat diserahkan kembali kepada pemiliknya (Gambar 11 ).Sistem penambangan yang diterapkan yaitu dengan cara menggali dan menimbun kembali daerah bekas tambang, dan didesain sesuai langkah-langkah reklamasi. Daerah bekas tambang yang sudah ditimbun kembali, kemudian tanah penutup yang diselamatkan dikembalikan pada lapisan atas, dengan demikian lahan tersebut dapat ditanami kembali dengan tanam-tanaman yang telah dipilih.Penambangan bauksit di daerah kegiatan menggunakan sistem penambanganterbukapengupasan tanah pucuk 0,30 m, sedangkan tebal maksimum bahan galian bauksit sekitar 5,0 m, sehingga morfologi tidak banyak berubah, reklamasi kembali tidak memerlukan beaya besar.  
Gambar  11. Revegetasi dengan pohon jengkol dan petai  di Lomessa (Lahar dkk, 2003) 
Untuk revegetasi memerlukan pupuk, karena kondisi tanah sangat asam, sehingga menyulitkan tumbuhan untuk hidup. Perlu dicarikan jenis tanaman yang daunnya cepat lapuk sebagai humus untuk menyuburkan tanah di daerah rektamasiBeberapa jenis tanaman keras yang cocok antara lain; petai, jengkol, jambu monyet, mangga dan nangka, sedangkan untuk di kolam tailing yang cocok adalah cemara laut.Sehubungan dengan meningkatnya perkembangan penduduk yang memerlukan tambahan lahan untuk pemukiman, maka sebagian areal bekas tambang dimanfaatkan untuk pemukiman penduduk, bahkan pengembangan Kota Tanjung Pinang (Gambar 12).  
Gambar 12. Daerah bekas tambang bauksit  PT. Aneka Tambang di Tanjung Pinang, sebagian untuk pemukiman penduduk dan pertokoan (Rohmana, dkk. 2007) 
KESIMPULAN
Bahan galian bauksit terdapat pula bahan galian lain yang potensial untuk dikembangkan misalnya ; granit, andesit, pasir, pasir kuarsa serta tailing hasil pengolahan bauksit, baik untuk komoditas ekspor maupun untuk menunjang pengembangan wilayah setempat. Reklamasi lahan bekas tambang telah dilakukan oleh PT. Aneka Tambang dengan penanaman beberapa jenis tanaman keras yang cocok untuk ditanam pada wilayah bekas tambang berupa tanaman hortikultura tertentu, sedangkan yang cocok untuk di kolam tailing adalah tanaman cemara laut.                 
UCAPAN TERIMAKASIH 
Terimakasih disampaikan kepada Bapak Sabtanto Joko Suprapto, serta rekan-rekan di Kelompok Program Penelitian Konservasi atas bantuan dan kerjasamanya dalam penulisan makalah ini.       
ACUAN Â 

Antam, 2006. Laporan Manajemen, www.antam.comKusnama, dan Sutisna, K., 1994, Peta Geologi Lembar Tanjungpinang, Sumatera skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian  dan Pengembangan Geologi, Bandung
Lahar, H., Harahap, I.A., dan Bagja, M. 2003. Pemantauan dan Evaluasi Konservasi Sumber Daya Mineral di Daerah Kijang, Kabupaten Kijang, Provinsi Riau, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung
Rapilus, K., dan Zulfahmi, 1980. Eksplorasi Pendahuluan Batuan Bahan Bangunan/Kontruksi di Daerah P. Bintan Provinsi Riau, Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.
Rohmana,  Djunaedi, E.K., dan Pohan, M.P., 2007. Inventarisasi Bahan Galian Pada Bekas Tambang di Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Yusuf, A.F., 1995. Inventarisasi dan Penyelidikan Bahan Galian Industri Kabupaten Kepulauan Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung         

 


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer